Sabtu, 22 Oktober 2011

Anda Sudah Mendaki Sangat Tinggi, Sisanya Bukan Hak Saya

anda sudah mendaki sangat tinggi, cukup tinggi untuk melihat milyaran manusia yang tertidur di bawah sana. Dengan luka-luka pada tubuh anda yang menganga, membuat anda cukup terbiasa dengan rasa sakit.

Sekarang anda memilih sejenak untuk sedikit berhenti, beristirahat, sedikit menikmati hasil yang selama ini anda pertanyakan.

Menghela napas panjang dan bersandar, dengan pandangan tak lepas pada hamparan ruang yang anda sadar dasarnya telah anda tinggalkan cukup lama. Seolah anda berada diujung bumi, seperti melayang, dengan ratusan tebing seperti menara yang menjulang tinggi, sebagian telah terlihat puncaknya dan sebagian lain masih tertutup kabut.

warna orange yang merona bercahaya melapisi langit. Langit yang melatari ratusan tebing yang menjulang. Awan yang berserakan lelah, melelehkan warna jingga dari sinar matahari sore yang memancarkan cahaya. Cahaya yang memaksa masuk pada tiap celah kabut tipis yang sekarang sedikit menghangatkan wajah anda.

Anda sedikit mengangkat dagu anda, memejamkan mata untuk menikmati hangatnya siraman cahaya matahari sore ini, alunan suara alam yang lumrah dan damai, melupakan anda dari kebisingan dengkuran manusia-manusia yang tertidur di bawah sana, dan hasilnya sangat sulit untuk menahan syaraf-syaraf di pipi anda, untuk membuat garis senyum simpul manis, berharap ini cukup sebagai akhir.

Sayangnya semua itu seolah menegasikan keadaan dalam otak anda, yang dari tadi sudah sangat siap untuk meyeruak menimbulkan ledakan kebingungan-kebingungan yang telah terlalu lama mengkristal, menghujani tempat didalam dada anda, yang anda sendiri tidak bisa menunjukannya di sebelah mana, yang pasti didalam dada anda kosong…

Anda berusaha memejamkan mata sekuatnya, seolah dengan begitu semuanya bisa terselesaikan. Tapi memori anda menyimpan pengalaman dan seolah mengatakan bahwa tak ada gunanya memejamkan mata!! dan dalam sepersekian detik, mata anda kembali membuka melihat lengangnya pemandangan tadi yang tidak berubah, damai, seperti biasa…

Anda melihat perbekalan anda, semua sudah habis! sedangkan anda merasa bahwa ini bukan puncaknya, puncak yang anda harapkan, yaitu, sebut saja “anti-relative”.

Tidak lama anda mendengar suara yang memanggil anda dari kejauhan. Entah dari tebing yang mana. Yang jelas anda tau pasti itu suara yang anda kenal, Anda menengok ke segala arah, berusaha mencari, dan ketika anda berbalik ke arah barat daya, anda melihat sesosok orang yang samar-samar anda kenal, tertutup kabut tipis memanggil nama anda. Dengan gerak geriknya dia seperi mengajak anda untuk datang kesana.

Ketika anda mencoba perhatikan dengan seksama suaranya, mengerutkan dahi anda dan berusaha melihat. Oh! Anda tau itu suara siapa!

Ya! Itu suara saya, suara yang memanggil anda dari tebing dimana saya berdiri dan melihat keaarah anda. Ini saya yang menawarkan sedikit perbelakan untuk kita bisa bagi bersama dan melanjutkan perjalanan. Ini saya yang dalam kedaan sama seperti anda, mencoba kembali mendaki untuk mencapai puncak paling tertinggi dari ratusan tebing yang menjulang. Yang berjudi untuk memilih mana yang tertinggi.

Anda pun kebingungan, dengan cara apa anda harus menuju kesana, karena jaraknya sangat tidak pasti untuk dilompati. Anda hanya terdiam keheranan melihat saya.

Lalu anda ingat akan suatu hal, tak lama anda berteriak membalas teriakana saya. Teriakan yang saya dengar untuk membangun sebuah jembatan. Ah.. Ternyata anda masih ingat kemampuan yang paling bisa saya lakukan, membangun jembatan.

Tapi sayangnya saya paling tahu, bahwa kemampuan saya bukan itu. Kemampuan saya adalah membangun jembatan rapuh.

Ya! Jembatan rapuh yang selama ini saya bangun, jembatan yang menghubungkan dari satu tebing ke tebing lain. Tapi ada hal yang mungkin seharusnya anda tahu, bahwa jembatan-jembatan yang saya bangun sebelumnya hanya untuk jarak yang anda yakin anda bisa melompatinya.

Sebenarnya tidak sulit bagi saya untuk membangun jembatan yang anda maksudkan itu sekarang. Karena sah-sah saja melihat dari hasil yang lumrah dan sedikit memberikan kemudahan untuk anda.

Tapi saya enggan kali ini. Anda tau kenapa?

Karena harga lompatan yang anda lakukan kali ini, seharga ketidak pastian jarak yang anda lihat sekarang…


***

Burung-burung sudah terbang menuju sarang, kelelawar sudah mulai terbangun, berterbangan diantara ratusan tebing, yang dimana salah satunya anda sedang berdiri sekarang, memandang tempat saya berdiri, dan terkadang melihat sekeliling.

Anda melihat kearah saya sekarang, dan saya tau ada kebingungan dalam diri anda. Kebingungan pada saya yang enggan kali ini untuk memberikan anda kemudahan seperti biasanya. Bukan! bukan itu kebingungannya. Kebingunan karena ada ketakutan berupa keraguan dalam diri anda, ketakutan karena jarak yang tidak normal, tidak masuk akal, tidak pernah anda alami sebelumnya. Ini seperti terlalu dipaksakan, bahkan ya! Terlalu dipaksakan!

Kebingungan anda semakin bertambah ketika ada suara lain dari tempat dimana anda berada, dan ketika anda menoleh sedikit ke kanan, ternyata ada orang lain!

Sekarang suara yang memanggil anda semakin banyak, dari bawah, dari atas, bahkan dari segala arah yang semuanya menawarkan perbekalan. Lalu anda kembali menoleh pada saya dengan mimik kebingungan lain.

Saya pun kebingungan, bingung dengan kebingungan anda, dengan kebingungan saya, dengan kebingungan semua orang. Semua orang kebingungan, karena itulah yang menyebabkan kebanyakan dari mereka lebih memilih tidur didasar sana.

Makanya saya hanya bisa berteriak sekarang, karena saya yakin akan satu hal yang pasti. Saya disini akan tetap berdiri menunggu anda. Menunggu anda untuk melompat. Entah itu kapan, karena saya tidak bisa melihat masa depan, maka saya akan selalu berusaha dengan sekuat tenaga, berjuang dengan apa yang ada sekarang, berusaha memahami tiap langkah yang saya tinggalkan, tiap makna yang saya lihat, saya dengar, saya cium, saya sentuh, dan saya jilat.

Anda menghela napas panjang, menoleh ke atas memandang langit. Langit sore yang tenang, kali ini semakin dekat mengantarkan pada senja, karena warna biru di atas sana sudah menyusup dari tiap latar langit sore.

Pemandangan tenang yang anda lihat kali ini tidak berkesan sama sekali. Mungkin karena anda sudah mulai bisa beradaptasi dan terbiasa. Tapi otak tidak pernah terbiasa, selalu bekerja, berusaha keras mencoba memahami keadaan yang terlalu kacau, rumit, dan tidak pasti. Entah mengapa menjadi begitu kacau dan rumit. Ah ya! Anda sama seperti saya, sama seperti sebagian orang-orang yang memilih untuk mendaki, ingin mencapai puncak tertinggi! Dimana alasannya bukan suatu hal yang umum, ataupun alami. Nyatanya sekarang ada ratusan tebing yang menjulang, yang masing-masing menjanjikan sebagai yang tertinggi. Semua rumit karena tidak pasti, menjadi kacau karena anda harus berjudi, dan semakin menakutkan karena mungkin anda mati senja ini.

Karena lompatan kali ini hanya butuh keberanian, dan sesuatu yang semua orang memilikinya. Menggunakannya, kebanyakan sulit. Karena kita terlanjur lahir, terlanjur mengenal semesta yang relative, terlanjur dibalut ego, dan apapun yang masa lalu bisa katakan.

Tapi dengan selalu meyakini diri anda. Dengan semua hasrat untuk mencapai yang tertinggi. Dengan segala ketakutan yang mendorong anda. Dengan selalu melawan apapun untuk berbuat tidak biasa, dan akhirnya menjadikan waktu ini adalah tempat dimana anda tidak punya masa lalu ataupun masa depan, hanya meyakini saat ini adalah keterbatasan yang tidak bisa anda nafikan, dan ada kepasrahan seutuhnya yang menjadikannya sebagai suatu keharusan berbuat berani! Jelas! Karena saya yakin, sekalipun anda mati karena lompatan bodoh ini, hasilnya bukan hal lumrah dari mekanisme semesta seperti yang terjadi pada kebanyakan orang.

Tidak ada alasan untuk ke tebing tempat dimana saya berada, semuanya ada pada diri anda. Karena toh kalaupun anda menolak untuk melompat kesini, hal itu tidak akan menghalangi niat saya untuk terus melanjutkan perjalanan, sekalipun harus terpincang-terpincang karenanya. Tapi itu juga tidak akan membuat saya berhenti untuk sesekali jika kita bisa bertemu di ketinggian-ketinggian berikutnya, untuk mengajak anda kesini. Karena anda ragu, saya yakin, hanya itu!

Dengan penghargaan tertinggi, dengan penuh rasa hormat, dengan upaya yang sangat saya usahakan maksimal, saya serahkan semuanya pada anda untuk memutuskan. Karena bagian saya sampai sini, sisanya bukan hak saya.