Mereka hingar ditengah
ilusi, mereka bingar ditengah ilusi. Mereka hingar ditengah kebingungan, mereka
bingar ditengah kebingungan. Kabar buruknya, mereka, adalah kita.
identik...
ide apapun yang berhubungan dengan malam tahun baru seolah menjadi sesuatu yang luar biasa sekalipun, malam tahun baru itu bukan malam yang diterangi sinar matahari, atau setiap satu menitnya berjumlah 61 detik, atau jangkrik yang kali itu suaranya memainkan simfoni. Apapun itu nyatanya malam tahun baru hanyalah malam yang tetap sama seperti malam-malam lainnya, tidak membuatnya harus mengganti jadwal sekumpulan kelelawar untuk keluar dan mulai beraktivitas.
manusia...
ide apapun yang berhubungan dengan malam tahun baru seolah menjadi sesuatu yang luar biasa sekalipun, malam tahun baru itu bukan malam yang diterangi sinar matahari, atau setiap satu menitnya berjumlah 61 detik, atau jangkrik yang kali itu suaranya memainkan simfoni. Apapun itu nyatanya malam tahun baru hanyalah malam yang tetap sama seperti malam-malam lainnya, tidak membuatnya harus mengganti jadwal sekumpulan kelelawar untuk keluar dan mulai beraktivitas.
manusia...
Bahkan seorang tukang becak sekalipun akan menertawakan siapapun
yang mengatakan bahwa yang membuat kembang api itu adalah seekor burung gereja.
inisiatif...
manusia bisa berinisiatif. Membuat berbagai hal yang membuat
banyak hal menjadi berbeda. Membuat malam tahun baru yang secara subtansial adalah
malam-malam yang tidak ada bedanya dengan malam lainnya, menjadi malam yang
memiliki makna ditiap kepala-kepala manusia, ditiap hal-hal yang bisa mereka
rasakan, sehingga membuatnya menjadi identik. Indentik dengan ledakan-ledakan
kembang api, bunyi-bunyi terompet, suasana meriah dan berbagai pesta,
manusia-manusia yang turun ke jalan, suka cita, dan banyak hal lainnya yang
tidak harus disebutkan.
Beberapa waktu yang lalu, telah kita lewati pergantian tahun yang
selalu semarak tiap tahunnya. Suka cita yang bertaburan dijalanan, diikuti
suara-suara terompet yang saling menyahut menambah semarak malam yang langitnya
dihiasi ledakan-ledakan kembang api di pusat keramaian di berbagai sudut
angkasa. Hampir disemua tempat pada pusat-pusat keramaian di dunia dipenuhi
oleh orang-orang yang berkumpul untuk menantikan saat-saat menegangkan dari momen
yang terjadi setahun sekali ini. Termasuk di Indonesia, yang tidak pernah kalah
menciptakan semarak yang begitu nyata.
Sebagai negara yang masyarakatnya tergolong sangat konsumtif, momen
tahun baru seperti hari pemborosan masal, terlebih tawaran yang menggiurkan
dari toko-toko dan supermarket besar
dengan diskon besar-besarannya semakin membenarkan pengalokasian uang yang berlebih.
Arus deras keluar masuknya uang diberbagai tempat pusat perbelanjaan,
meramaikan semarak pergantian tahun. Bahkan menjadi momen tepat pedagang kecil
untuk ikut sedikit mencicipi manisnya laba yang meningkat. Mereka yang merasa
muda dan modern sebagai target pasar nomor satu, tentunya tidak ingin tergeser
posisinya sehingga perlombaan pemuasan keinginan termanifestasikan dalam
transaksi jual beli, dengan mobilisasi yang sangat cepat, entah itu akurat,
yang pasti di berbagai tempat.
Bumbu lain yang mewarnai semarak tahun baru adalah interaksi dari orang ke orang
yang terjadi secara serentak diberbagai tempat. Ketika hal tersebut dilakukan dalam waktu yang terbatas, dalam artian ide malam
tahun baru (dengan berbagai histerianya) harus terealisasikan diwaktu yang tepat yaitu
pada pukul 00.00, maka ketika dilakukan secara masal akan membuat ledakan euphoria
yang besar.
Euphoria yang besar
tentunya akan menghasilkan sebuah histeria yang besar, terkadang berlebihan,
sehingga memungkinkan terjadinya aksi-aksi diluar kendali. Hal tersebut menjadi
alasan para aparat keamanan ikut ambil bagian melakukan kegiatan formalnya sebagai
agenda tahunan, maka jadilah seragam-seragam polisi ikut mewarnai jalanan yang
padat dimalam menjelang tahun baru.
Selanjutnya yang paling berperan dan bertanggung jawab atas
terealiasasikannya ide malam tahun baru yang spektakuler ini adalah
mereka-mereka yang datang kesetiap rumah, mengkonsumsi penghuninya, yang tidak
pernah lelah dan mengenal waktu, yang keluar dari kotak bernama televisi. Selain
tentunya juga mereka yang berbicara lewat tulisan yang datang setiap pagi,
terkadang perbulan, yang mengabarkan
banyak hal, seringkali ironis, bahkan terkadang kental paradoksnya. Kita akan
lebih mengenal mereka sebagai media. Mereka yang kuasanya menjadi perbicangan
para aktivis-aktivis karena sudah terlalu menjemukan perilaku buruknya.
Pergerakan arus media yang kini semudah
satu gerakan statis semakin memungkinkan masyarakat mengakses segala penipuan
dan ilusi yang ditawarkan, atau yang lebih familiar kita kenal sebagai fakta
dan hiburan. Tahun baru termasuk didalamnya.
Perjalanan waktu, telah menunjukan evolusi dari ras manusia yang
perkembangannya semakin meningkat. Perkembangan manusia dengan
artefak-artefaknya sebagai simbol peradaban, telah menunjukan kehidupan manusia
yang dinamis. Menjadi bukti bahwa manusia adalah organisme paling unggul
diantara organisme lain di muka bumi.
Sejalan dengan itu manusia pun semakin kompleks laju kehidupan dan
mobilisasinya. Segala pengetahuan membawa mereka pada kompleksitas rumit yang
mengantarkan pada laju sungai-sungai kehidupan baru. Sungai-sungai yang mereka
temukan sebagai penghantar mereka menuju laut kebebasan. Selanjutnya
kompleksitas ini yang menjadi ukuran yang mereka sebut sebagai kemajuan.
Masih sejalan dengan itu, kemajuan mengatakan bahwa manusia pun
semakin hilang makna akan dirinya. Atau lebih tepatnya kehilangan perilakunya.
Perilaku yang mengatakan bahwa merawat alam, derajat sama antar sesama, dan cukup
untuk hidup yang cukup, adalah
keharusan. Yang ada hanyalah kemunduran dari organisme ini yang membedakan dirinya
dengan organisme lain, kearah yang lebih menyedihkan.
Pada akhirnya kemajuan tanpa perilaku ini berjalan beriringan
dengan proses waktu, menjadi arus yang sangat deras dan tidak tertahankan. Arus
kehidupan bergerak kearah yang sama, bahkan dari aspek terkecil kehidupan.
Menciptakan kehidupan yang ilusi dari rangkaian waktu yang terus berjalan. Dan
ketika penghitungan waktu mengantarkan mereka pada akhir tahun, mereka rayakan
itu dalam sebuah pesta yang menjadi tradisi sejarah manusia dimanapun.
Mereka katakan bahwa akhir tahun adalah
sebuah pencapaian. Pencapaian atas perbudakan terhadap sesama, mengarahkan satu
dan yang lainnya untuk tetap hidup dan tetap dibunuh secara perlahan. Di tahun yang
sebentar lagi akan datang, seolah yang kuat berkata :”lanjutkan kerusakan di bumi.."
Tahun baru adalah momen mereka yang masih tetap mengikuti
perjalanan waktu. Tahun baru menjadi bergeser makna, atau entah sejak dulu
masih tetap dalam makna syukur yang bias. Sehingga, menjadi manifestasi paling
jelas dari arus ilusi yang hidup.
Tahun baru tetaplah ekspresi dari kebudayaan manusia. Sebuah
tradisi yang diwariskan para pendahulu yang selalu lekat dengan makna perayaan.
Ketika makna perayaan memiliki fungsi secara sosial, yang lebih dikenal dengan konsep silaturahmi, maka
akhirnya tahun baru menjadi sah-sah saja dengan segala hingar bingar yang
berhamburan. Dengan segala tetek bengek kemeriahan dan suka cita yang
ditampakan. Seolah, menyembunyikan kelelahan dan kesakitan dari manifestasinya.
Padahal, tahun baru semakin jelas menunjukan kenyataan bahwa
pembagian strata sosial, seolah mengulang kembali zaman pembagian kasta. Tidak secara
formal ini terbagi, bahkan para pelakunya pun tidak menganggap etis jika harus
dideklarasikan. Namun sangat naif jika tidak menyadarinya. Diantara mereka akan
menyadari dan mengerti, bahwa siapa yang pantas merayakan di jalanan ataupun
pusat keramaian umum, dan siapa yang pantas merayakan di hotel ataupun arena
berbayar lainnya. Lalu siapa yang mengajari mereka berlaku demikian?
Sebagai contoh, mungkin sangat mudah jika semua itu menunjuk
“uang” sebagai sebab yang menjadikannya berarti. Menjadikan pembagian strata
sosial lebih dimengerti. Karena uang, mampu mentransformasikan nilai dari
materi menjadi harga. Menjadi rangkaian angka yang seolah bermakna nyata,
bahkan sangat sulit membedakan kenyataan itu setelahnya. Hanya saja sangat
tidak adil jika menyalahkan benda mati sebagai penyebab kesalahan. Karena tidak
ada kritik yang lebih bodoh dari mengkritik sesuatu yang tidak mampu
memutuskan, dan bertanggung jawab.
tahun baru dan yang sudah
lalu
Suatu perayaan selalu terkait dengan pemaknaan. Karena perayaan
sendiri selalu lekat manfestasinya dengan kebudayaan, karya-karya manusia.
karya-karya, baik yang laten ataupun manifest, tidak lain adalah simbol dari
kebermaknaan yang terakomodasi pada sebuah perayaan, yang telah dikondisikan
dalam ruang dan waktu yang disepakati, atau bahkan dipaksakan.
Ketika kebudayaan hidup dan menghidupi manusia-manusia di
dalamnya, selalu ada kecenderungan dari kebudayaan itu sendiri sebagai cara
hidup manusia-manusianya, untuk mempertahankan dirinya, mempertahankan status
quo-nya. Atau lebih tepatnya, bagaimana kebudayaan tu dipertahankan oleh
mereka-mereka yang telah dihidupi dan menghidupi kebudayaan tersebut.
Ketika kebudayaan tersebut mengikuti arus waktu, yang katakanlah
perkembangan kemajuan menjadi usaha yang terus menerus dituju, ruang jangkauan
dari kebudayaan lama akan semakin terkikis karena adanya kebudayaan yang lebih
perkasa ingin tampil. Maka bukan lagi sekedar gesekan yang terjadi, antara
kemajuan sebagai kebudayaan baru dan kebudayaan lama yang cenderung untuk
mepertahankan status quo-nya. Melainkan terjadinya saling hantam, saling
menghancurkan, dan saling membunuh satu sama lain pada ruang-ruang yang
keduanya saling bertemu. Yang dalam perjalanannya, terjadi berbagai bentuk
hasil adaptasi, transformasi bentuk.
Kemajuan yang kebanyakan orang percaya sebagai suatu keniscayaan,
entah bentuk kemajuan tersebut yang memunculkan artefak-artefak kebudayaan
baru, ataupun ide-ide kebudayaan baru, akan tampil dengan bentuknya, setelah
melindas habis kebudayaan-kebudayaan yang dianggap usang, untuk menghasilkan
kekuasaan, yang tidak lain adalah kecenderungan manusia untuk bisa mendapatkan
segala kesempatan menghidupi hasratnya yang selalu meminta dan tidak pernah
selesai.
Hanya saja, entah karena semakin meng-hegemoni-nya sains unutk
menjadi sebuah ‘agama’ baru, motif-motif dan bebagai keputusan dalam sebuah
kemajuan dan pertarungan antar kebudayaan, sering di anggap sebagai
pertarungan, dari mekanisme “yang tidak terlihat”, namun dianggap nyata.
Padahal ketika kenyataan sendiri masih menjadi perdebatan dalam berbagai
versi-nya, urusan kebudayaan sendiri masih cukup mampu untuk memperlihatkan
bahwa dirinya dihidupi dan menghidupi manusia-manusia. maka sangatlah manusiawi
ketika memandang motif-motif manusiawi yang ada pada manusia dalam upaya mereka
mempertarungkan kebudayaan, menjadikan kebudayaan itu bersifat dinamis.
Seiring dengan kebudayaan yang katakanlah bersifat dinamis,
perayaan tahun baru sebagai produk dari kebudayaan tentunya tidak akan terlepas
dari dinamikanya. Dalam prosesnya yang adaptif, atau bahkan kematian dan
kelahirannya, perayaan akan memiiki wajah sesuai dengan masanya. Hal ini akan
berlaku pada tahun baru, jika kita anggap ia adalah sebuah perayaan.
Tahun baru dirayakan hampir diseluruh dunia. Hal ini sedikit
memperlihatkan sejauh mana sebuah kemajuan yang didengung-dengungkan sebagai
upaya pembangunan, memiliki pencapaian yang sangat spektakuler, dalam sebuah
rangkaian zaman, selalu dalam bentuk, jika meminjam istilah yang dipopulerkan
Marx, adalah sebuah pertarungan kelas.
tahun baru masehi dengan
dan ketergantungan makna dirinya
Awal munculnya tahun baru masehi yang sering kita rayakan
sekarang adalah meminjam sebagian tradisi orang-orang romawi kuno. Bukan tanpa
alasan, perayaan tahun baru ini bertepatan dengan musim awal panen. Dalam perayaannya,
mereka saling memberikan hadiah-hadian potongan dahan pohon suci, banyak pula
yang saling memberikan kacang ataupun koin lapis emas dengan gambar dewa Janus.
Dewa janus yang digambarkan bermuka dua, dengan satu muka menghadap kedepan dan
satu mukanya lagi menghadap ke belakang, dipercaya sebagai dewa dari segala
permulaan. Belakangan bulan Januari ditempatkan sebagai bulan diawal tahun, menggantikan
kebiasan sebelumnya, dimana orang romawi kuno justru menempatkan bulan maret
sebagai awal tahun. Sehingga Pertukaran koin
pun menjadi suatu penanda awal tahun, dan menjadi kebiasaan di tahun baru.
Kebiasaan memberikan hadiah ini dilakukan pula oleh orang-orang
Persia kuno yang juga, merayakan tahun baru diawal musim panen. Mereka mempersembahkan
hadiah telur di tahun baru sebagai lambang dari produktivitas.
Pemaknaan tahun baru sekarang, mengambil bagian dalam suatu
pemaknaan atas suatu perayaan. Perayaan tersebut, adalah suatu pemaknaan
terhadap kehidupan, cara hidup yang setiap tahun, mereka rayakan dan menjadi
sebentuk usaha unutk memperingatinya.
Namun, pada perjalanannya, perayaan tersebut mengalami
adaptasi-adaptasi perkembangan manusia, dinamisnya kebudayaan, bahakn kemajuan
teknologi. Pemaknaan-pemaknaan terhadap tahun baru sendiri ikut beradaptasi
mengikuti kebudayaan yang mapan pada masanya.
Sehingga akan sangat tidak mengherankan ketika pemaknaan
tahun baru, yang orang katakan di era postmodernisme ini, hanyalah
harapan-harapan pribadi yang akan lebih sering kita temui berderet rapi terpenjara
dalam sebuah kata-kata yang tertera pada status-status jejaring sosial. Entah hasil
dari didikan infotainment yang selalu mewawancarai para selebriti mengenai
resolusi tahun depan jika sudah dekat akhir tahun.
Tidak bisa disangkal bahwa privatisasi yang dilakukan kebudayaan
yang mapan saat ini bukan tanpa ketidaksengajaan, tapi peluang-peluang
perkembangan zaman selalu menjadi pertimbangan yang mengarah pada upaya untuk
mepertahankan status-quo nya. Sehingga refleksi
tahun baru yang begitu senjang dan materil, adalah bukan terjadi sebagai suatu
keniscayaan, tetapi sebagai suatu bentuk disain hasil dari keputusan-keputusan
yang terjadi dalam pertarungan politis. Karena hasrat yang terakomodasi secara
masal telah lebih mampu di untuk uji dalam berbagai perayaan sebagai suatu
komoditas kekuasaan.
Maka bolehlah pemaknaan tahun baru sekarang, dimaknai
sebagai hasil dari lanjutan kerusakan-kerusakan di muka bumi,karena kini, apa
yang begitu diusahaka selain kemajuan?
rujukan:internet